Refleksi Harian Katolik Epiphany. Halaman ke-62 dari 365 halaman tahun 2019.
Perapian menguji periuk belanga penjunan, dan ujian manusia terletak dalam bicaranya. (Sirakh 27:5)
Di saat seseorang stress, berhadapan dengan berita mengejutkan, kecewa atau kesal karena tingkah laku orang di sekelilingnya, biasanya mulut langsung ngoceh dan emosi. Right ?? Apalagi kalau namanya sumpah serapah, kayanya lega banget sudah memaki-maki orang lain. Namun justru disitu tampak sisi sebenarnya karakter anda dan saya. Salah satu penggalan ayat pada bacaan pagi ini sudah menjadi kenyataan. Seseorang diuji oleh mulutnya.
Baru-baru ini CIC Sydney kehilangan seorang aktivisnya, beliau mendahului kita semua bertemu dengan Bapa di Surga minggu lalu. Bagi saya pribadi, saya kehilangan seorang teman. Teman chatting di whatsapp walau tidak terlalu sering. Namun yang pasti, saya kehilangan teman berpasangan ganda di badminton?. Kangen deh ingat cegatan di depan net serta kegigihan dan semangatnya. Bukan sekali membuat saya malu juga, lebih muda tapi kalah semangat?.
Saat menghadiri misa viewingnya, luar biasa yang hadir. Dan semua yang saya dengar hanya kenangan betapa beliau orang yang rendah hati, komit dan penuh pelayanan di dalam kesehariannya. Selamat jalan sahabatku…
Refleksi harian Katolik Epiphany halaman ke-62, menjaga mulut bukan soal tidak pernah marah atau tidak pernah menegur. Menegur apabila ada orang yang berbuat salah adalah tugas kita sebagaimana dinubuatkan oleh Nabi Yehezkiel (Yeh 3 dan 33). Menegur bukan berarti sumpah serapah atau menyakiti. Dan sesudah itu, dirangkul kembali dan saling memaafkan. Kenapa? Karena bukan mustahil anda dan saya pun tidak sadar kalau sesungguhnya kita juga melakukan kesalahan besar.
Persis ucapan Yesus dalam Injil hari ini, “….keluarkanlah dahulu balok dari matamu, maka engkau akan melihat dengan jelas untuk mengeluarkan selumbar itu dari mata saudaramu.” Mari kita jaga mulut kita lebih lagi. Tuhan memberkati.