Refleksi Harian Katolik Epiphany. Halaman ke-296 dari 365 halaman dalam tahun 2018.
Ia datang dan memberitakan damai sejahtera kepada kamu yang “jauh” dan damai sejahtera kepada mereka yang “dekat” (Efesus 2:17)
Dalam perjalanan hidup sehari-hari, perasaan bersalah karena dosa & kelalaian-kelalaian, perasaan menjadi seorang yang “never good enough”, dan masa lalu yang tidak menyenangkan seringkali menjadi penghalang untuk saya berdamai dengan diri saya sendiri. Situasi-situasi ini saya alami walaupun ketika saya telah melayani Dia.
Hal inipun mempengaruhi hubungan saya dengan orang-orang di sekeliling saya ketika saya sendiri selalu berfokus pada kekurangan-kekurangan & keterbatasan saya. Ini membuat saya gampang emosi & frustasi ketika melihat hal-hal yang terjadi di sekeliling saya tidak seperti yang saya harapkan.
Saya bersyukur setiap hari boleh mengalami yang namanya pembaharuan dalam Roh (hal ini tidak terjadi dalam 1 malam atau 1 acara rohani saja). Saya percaya lewat undanganNya di misa, pengakuan dosa, adorasi & pendengaran akan firman Tuhan, Dia mencelikkan mata saya & membalut hati saya. Saya tidak bisa mengubah masa lalu, tapi saya diberi kekuatan untuk bangkit lagi melihat hari esok ketika saya jatuh. Dalam kelemahan-kelemahan saya justru saya melihat kasih karuniaNya yang sempurna menopang saya. Sesungguhnya Tuhan tidak pernah jauh dan berhenti mencintai kita sekalipun kita sedang merasa jauh dariNya. Kebenaran ini memberi damai & sukacita tersendiri di hati saya.
Di refleksi harian Katolik Epiphany halaman ke-296 ini, semoga kesaksian saya ini boleh menguatkan teman-teman sekalian juga. Puji Syukur kepada Yesus sang Raja Damai dimana kehadiranNya sebagai Raja Pemulihan dapat membawa kita kepada janji-janjiNya yang memperbaharui. Tidak hanya relasi kita dengan Tuhan & orang-orang di sekeliling yang dipulihkan tapi juga ketika kita belajar berdamai dengan diri kita sendiri maka kitapun turut dibangun menjadi tempat kediaman yang kudus bagi Roh Allah untuk bersemayam di dalam kita.