Refleksi Harian Katolik Epiphany. Halaman ke-314 dari 365 halaman dalam tahun.
“Anak dunia ini lebih cerdik terhadap sesamanya daripada anak terang” (Lukas 16:8)
Beberapa waktu yang lalu, saya pernah ingin memindahkan meja makan saya karena ingin mengganti lampu yang di atas meja tsb. Namun karena meja makan tersebut ukurannya besar dan atasnya terbuat dari batu marmer yang membuat meja itu berat sekali, saya cuma bisa menyeretnya perlahan ke samping. Sepertinya karena diseret, maka salah satu kaki meja tersebut (padahal terbuat dari metal), langsung patah menjadi dua dan hampir saja jatuh menabrak dinding kayu disebelahnya.
Sebel karena meja rusak, saya lalu menelpon toko yang bersangkutan. Pelayan toko lalu bertanya kepada saya, kenapa kaki meja tsb bisa patah. Dengan lugunya, saya menjawab, karena saya ingin memindahkan meja tsb dgn menyeret dan akhirnya patah menjadi dua. Staff yang ditelpon mengulangi kembali, “Jadi karena diseret ya Pak?” Ia lalu menjelaskan, kalau patahnya karena diseret, maka itu tidak di-cover oleh garansinya. Pada akhirnya saya harus membeli suku cadang menggunakan uang pribadi. Dua bulan lamanya kami tidak punya meja makan di rumah.
Setelah kejadian menelpon pihak toko tadi, kontan saya merasa sangat jengkel. Teman saya, sebut saja namanya Otto, yang mengetahui hal tsb, mengatakan, coba kalau waktu itu aku berbohong saja, kan bisa diganti langsung semua. Gratis pula. Jujur saat mendengar itu, terbesit rasa menyesal, a little white lie seharusnya tidak masalah bukan? Toh toko itu juga sudah kaya dan berkecukupan.
Bacaan Injil di refleksi harian Katolik Epiphany halaman ke-314 ini mengajak kita untuk merefleksi diri melalui renungan tentang bendahara yang tidak jujur. Ironisnya orang-orang (seperti si bendahara) yang lihai untuk menipu, menurut ukuran dunia justru dianggap cerdik! Ini adalah tantangan buat anda dan saya, sanggupkah kita menjadi seorang Katolik yang cerdik namun juga jujur?