Refleksi Harian Katolik Epiphany. Halaman ke-12 dari 365 halaman dalam tahun 2018.

 

“Mengapa kamu berpikir begitu dalam hatimu?” (Markus 2:8)

Sewaktu baru menikah dulu, di antara sedemikian banyaknya makanan, saya paling tidak suka makan yang namanya, jahe. Jahe yang kalau dijadikan minuman sih suka. Tapi kalau melihat jahe dicampur ke makanan, seperti misalnya ke nasi hainan, atau irisan jahe yg sebagai cemilan sampingan sewaktu makan sushi, maka saya bisa jungkir balik melihatnya.

Sayangnya, ternyata istri saya sangat suka sekali dengan jahe. Sehingga, apabila ia masak dirumah, untuk makanan-makanan tertentu, pasti ada jahe! Awalnya saya masih sabar untuk meminta agar jangan ada jahe lagi. Namun istri saya suka lupa. Sehingga berbulan-bulan berlalu, jahe masih bermunculan. Kami akhirnya berantem. Gara-gara jahe!!!

Entah mungkin sengaja atau tidak, beberapa kali istri saya berusaha “menyembunyikan” jahe tersebut, dengan mengirisnya super kecil. Setelah sekian lama, maka dalam hati saya berpikiran jelek, “duh ini kenapa ya? udah dibilangin jangan, tapi masiiih aja. Jangan2 dia pingin membuat hidup saya menderita!!!”

Di refleksi harian Katolik Epiphany halaman ke-12, para tua-tua agama Yahudi juga berpikiran jelek terhadap Tuhan Yesus. Namun Tuhan Yesus mengetahuinya, sebab Ia tau segalanya. Demikian juga pikiran negatif dan jelek terhadap orang lain dapat merusak relationship, padahal belum tentu mereka bermaksud demikian. Apalagi berpikiran jelek terhadap Tuhan? Pikiran-pikiran seperti ini yang dapat menghambat kita untuk menerima Dia sebagai juru selamat.

Bukankah seharusnya kita merasa sungguh beruntung mempunyai Tuhan yang tahu dan mengerti segala kesulitan kita. Bagian kita adalah untuk percaya akan waktu dan cara Tuhan.