Refleksi Harian Katolik Epiphany. Halaman ke-145 dari 365 halaman dalam tahun 2018.
“…janganlah kamu bersungut-sungut dan saling mempersalahkan….” (Yakobus 5:9)
Mmm… apa ada benang merah antara surat Rasul Yakobus pagi ini mengenai jangan saling menyalahkan dan tekun di dalam menghadapi ujian, dengan pernikahan di dalam Kristus tidak bisa diputuskan oleh manusia seperti yang ditulis dalam Injil?
Korelasi kedua bacaan sesungguhnya sangat-sangat jelas karena di dalam suatu pernikahan akan selalu ada yang namanya argumentasi, perbedaan pendapat dan pasangan berbuat kesalahan! Yes?
Bagi mereka yang sudah menikah tentu mengalami ini semua. Semua pernikahan diawali dengan sukacita besar, manisnya cinta sangat kental di dalam setiap pasangan; ibaratnya anggur manis sungguh dirasakan keduanya. Jika yang satu berbuat salah, lainnya pasti mudah memaafkan dan mengampuni.
Perkembangan situasi di dalam kehidupan membuat sifat-sifat manusia bisa berubah. Sebut saja kondisi keuangan, ada anak-anak, pekerjaan dan karir yang menanjak dst. Ini semua bukan mustahil membuat manusia mudah sekali jatuh dalam godaan keduniawian. Misalnya gaji yang besar membuat seseorang jadi shopaholic atau terjerumus ke dalam pergaulan bebas. Dan bukan mustahil ini akan menjadi bibit-bibit timbulnya keributan di dalam keluarga dan bisa-bisa semakin parah membuat pecahnya satu keluarga!
Refleksi harian Katolik Epiphany halaman ke-145, dalam surat yang sama, Rasul Yakobus juga menulis, “Tetapi tiap-tiap orang dicobai oleh keinginannya sendiri, karena ia diseret dan dipikat olehnya. Dan apabila keinginan itu telah dibuahi, ia melahirkan dosa; dan apabila dosa itu sudah matang, ia melahirkan maut.” (Yakobus 1:14-15)
Renungkan dua ayat di atas, gabungkan dengan bacaan-bacaan pagi ini. Jika saja setiap individu di dalam pasangan yang menikah mampu menguasai dirinya dan tidak saling menyalahkan, tentu pernikahan mereka akan terus sampai akhir hayat menjemput. Amin?! Tuhan memberkati.