Refleksi Harian Katolik Epiphany. Halaman ke-234 dari 365 halaman dalam tahun 2018.
“Demikianlah orang yang terakhir akan menjadi yang terdahulu” (Matius 20:16)
Iri hati adalah salah satu akar dari perpecahan. Tidak cuma bisa terjadi di kantor, tapi juga terjadi di dalam keluarga, maupun komunitas-komunitas di Gereja Katolik.
Apabila rasa iri tak terkontrol inilah yang akhirnya akan tumbuh berkembang menjadi perselisihan dan pelecehan terhadap orang lain.
Tiap manusia diciptakan berbeda. Masing-masing punya kelebihan dan kekurangan masing-masing. Bukankah perbedaan-perbedaan tersebut justru membuat sesuatu menjadi lebih indah? Bayangkan apabila di satu taman cuma ada warna merah semua. Pasti membosankan.
Yang sering iri hati adalah orang-orang yang merasa dirinya “terdahulu” (merasa diri harus didahulukan) karena menggangap dirinya lebih penting, lebih berpengalaman, lebih tua, lebih pintar, lebih kaya, lebih senior. Pengalaman pribadi saya sendiri, pernah sewaktu sedang berdiskusi, malah ditantang, ‘Lah kamu tau apa?!! Situ kan lebih muda.’
Sebagaimana digambarkan oleh Injil hari ini: orang-orang yang bekerja lebih lama merasa akan memperoleh lebih – itulah kesombongan!!
Di refleksi harian Katolik Epiphany halaman ke-234 ini, kita harus bersama-sama merefleksikan diri sendiri, bahwa Tuhan sudah begitu baik, dan begitu banyak yang Ia telah anugerahkan kepada kita. Orang-orang yang rendah hati, jusru mereka yang terus-menerus bersyukur.
Sebaliknya bagi kita yang merasa diri “terdahulu”, berarti kita sebenarnya jauh lebih berpengalaman, gunakanlah kelebihan-kelebihan itu untuk membangun Gereja atau keluarga Tuhan, bukan untuk menjatuhkan orang lain.