Refleksi Harian Katolik Epiphany. Halaman ke-87 dari 365 halaman dalam tahun 2018.
“Tuhan ALLAH telah membuka telingaku, dan aku tidak memberontak, tidak berpaling ke belakang.” (Yesaya 50:5)
Seorang yang saya kenal punya banyak macam jimat (katanya sampai satu lemari penuh) yang ia kumpulkan supaya bisnisnya sukses dan menjadi kaya. Saat bertobat, semua jimat itu ia lepaskan dan dengan penuh semangat ia rajin ke gereja dan melayani di persekutuan.
Tahun-tahun berlalu dimana saya tidak bertemu dengannya. Sedihnya saat bertemu lagi ia telah meninggalkan Tuhan lagi dan kembali ke hidup lamanya, wajahnya tampak suram, tanpa damai. Katanya, ia menyesal karena ternyata hidup ikut Tuhan itu tidak enak dan juga susah.
Mungkin kisah kenalan saya ini pernah kita dengar, mungkin juga pernah kita alami sendiri? Ada orang-orang yang berpikir kalau ikut Tuhan itu pasti selalu untung, pasti selalu bahagia atau pasti selalu terhindar dari kesulitan selama hidup di dunia ini. Memang berkat, sukacita dan perlindungan semua merupakan janji Tuhan kepada kita, tapi Ia tidak pernah menjanjikan hidup kita bebas total dari kesulitan. Di saat sulit ini mungkin orang jadi tergoda untuk melihat ke belakang dan meninggalkan Tuhan.
Bacaan dari Kitab Yesaya hari ini berbicara tentang seorang murid yang setia meskipun ia menderita kesusahan, disiksa, dipermalukan dan disalahkan. Kisah si murid ini punya banyak kesamaan dengan hidup dan penderitaan Yesus. Berbagi dalam kemenangan Kristus, kebahagiaan kekal dan persatuan dalam Kerajaan Surga berarti juga menerima penderitaan yang kita alami demi iman kita.
Refleksi harian Katolik Epiphany halaman ke-87 ini membawa kita untuk meneladani sang murid yang taat kepada imannya, meskipun ia mengalami penderitaan. Ia tidak menyesal karena meninggalkan hidupnya yang lama untuk mengikuti Tuhan, meskipun tampaknya ia tidak ‘untung’ secara duniawi. Kita juga diajak mengingat kembali kalau melakukan ini tidaklah ‘seram’ atau mustahil, Allah menjanjikan Roh Kudus yang selalu membimbing dan menguatkan kita!