Refleksi Harian Katolik Epiphany. Halaman ke-66 dari 365 halaman dalam tahun 2018.

 

“Sebab bangsa besar manakah yang mempunyai allah yang demikian dekat kepadanya seperti TUHAN, Allah kita, setiap kali kita memanggil kepada-Nya?” (Ulangan 4:7)

 

Suatu kali saya pernah mendengar sharing seorang teman, sebut saja namanya Pak Vincent. Pak Vincent mengeluh karena merasa berdoa itu sebenarnya tidak penting. Kalau ada masalah ya harus dipikirin dan diselesaikan, katanya. Coba kalau kita cuma berdoa saja, mana mungkin masalah itu bisa selesai begitu saja?

Berbeda dengan Vincent, saya punya pengalaman pribadi, saya ingat pernah mengalami kesulitan keuangan, karena salah menghitung investasi. Setelah cerita pada orang lain, tak ada yang bersedia membantu. Padahal kalau saya tak bisa membayar, maka kami akan didenda besar sekali dan bisa menghabiskan tabungan kami. Sementara saat itu saya ada anak dan istri.

Setelah kepentok kiri dan kanan, hal tersebut membuat saya stress sekali, dan tak bisa tidur bermalam-malam. Walaupun harus dengan paksaan, istri saya mengajak untuk tetap berdoa. Tiap kali selesai berdoa, memang tak ada uang yang secara instant ajaib muncul di tabungan saya. Tetapi, beberapa hari kemudian, salah satu asset saham kami harganya bisa tiba-tiba melonjak, dan bisa pas sesuai dengan jumlah yang kami butuhkan.

Di refleksi harian Katolik Epiphany halaman ke-66 ini, mungkin banyak dari pembaca refleksi harian Katolik Epiphany berpikir harga asset yang tiba-tiba naik itu cuma keberuntungan belaka. Yang terlintas dalam pikiran saya, “Loh kok bisa sih??? Kok bisa pas waktunya?” Secara logika, kejadian tersebut tak masuk akal. Saya cuma bisa melihat itu sebagai jawaban dari Tuhan.

Seperti tulisan Musa di kutipan kitab Ulangan diatas “Sebab bangsa besar manakah yang mempunyai allah yang demikian dekat kepadanya seperti TUHAN, Allah kita, setiap kali kita memanggil kepada-Nya?” Anda dan saya adalah bagian dari bangsa besar tersebut! Ya, Tuhan kita sedemikian dekatnya, jaraknya hanyalah sebatas doa-doa kita.