Refleksi Harian Katolik Epiphany. Halaman ke-72 dari 365 halaman dalam tahun 2018.
“Maukah engkau sembuh?” (Yohanes 5:6b)
Apabila kita membaca bacaan Injil hari ini, kebiasaan untuk menyalahkan orang lain atau menyalahkan keadaan rasanya bukanlah hal yang baru lagi. Contohnya saja si sakit (dalam bacaan) yang sudah menderita selama 38 tahun. Pasti sebenarnya sudah pengen sekali sembuh. Tapi saat ia ditanya “Maukah engkau sembuh?” ia malah menjawab “Gak ada yang nolong, jadinya keduluan mulu deh”. 38 tahun lamanya ia selalu keduluan.
Eh, saat sesudah disembuhkan (oleh Yesus) pada hari Sabat, dan ditegur oleh orang Yahudi karena menangkat tilam, ia malah bilang, saya kan disuruh orang (oleh Tuhan Yesus). Kenapa gak bilang aja terus terang bahwa memang dia sendiri yang udah kepengen sembuh. Padahal ia bisa saja menolak tawaran untuk disembuhkan.
Ternyata setelah ketemu dengan Tuhan Yesus lagi, bukannya mengucapkan bersyukur dan terima kasih, malah ia melaporkan bahwa Yesuslah yang membuat dia melanggar aturan hari Sabat. Ck.. Ck.. gak tau berterima kasih banget sih ya? Kalau saya yang jadi Tuhan, mending gak usah disembuhin ajah kali.
Refleksi harian Katolik Epiphany halaman ke-72, orang yang suka menyalah-nyalahkan orang lain atau keadaan, apalagi menyalahkan Tuhan, plus tidak bisa bersyukur, rasanya orang seperti ini tidak akan mudah untuk melihat karya Tuhan di dalam hidup mereka.
Saya sendiri punya banyak pengalaman pribadi, saat tidak mampu bersyukur, dan menyalah-nyalahkan, ujung-ujungnya jadi sering berantem dengan istri atau saudara.
Pertanyaannya, sudah berapa seringkah kita bersyukur? Apakah kita juga mampu bersyukur saat kemalangan? Misalnya dicopet, ditilang, atau saat harga investasi sedang jatuh?
Masa PraPaskah adalah saat yang pas untuk latihan bersyukur. Apabila kita mampu bersyukur atas hal-hal kecil sekalipun, saya yakin suatu saat nanti Tuhan akan mempercayakan lebih banyak lagi hal-hal yang besar.