Refleksi Harian Katolik Epiphany. Halaman ke-135 dari 365 halaman dalam tahun 2018.
“Tetapi aku tidak menghiraukan nyawaku sedikitpun, asal saja aku dapat mencapai garis akhir dan menyelesaikan pelayanan yang ditugaskan oleh Tuhan Yesus kepadaku untuk memberi kesaksian tentang Injil kasih karunia Allah.” (Kisah Para Rasul 20:24)
Ada seorang kenalan saya yang sejak lulus kuliah hobi bergonta-ganti usaha dan pekerjaan. Belum beberapa bulan bekerja di sebuah perusahaan, ia keluar untuk memulai bisnis makanan kecilnya sendiri. Bisnis makanannya belum lancar, ia meninggalkannya untuk membuka sebuah toko. Nampaknya ia tidak bisa bertahan lama di satu usaha saja karena ia selalu merasa tidak bisa sukses, ia tidak pernah puas dan menyelesaikan sesuatu sampai hasilnya kelihatan melainkan mencari cara cepat untuk mendapat hasil seketika. Masalahnya, sesuatu yang benar berharga tidak pernah datang dengan mudah atau dalam sekejap.
Di bacaan pertama, Santo Paulus berbicara tentang hidup pelayanannya yang sulit, ia dicerca, dicobai, dipenjara dan disiksa. Semua penderitaan ini diteladaninya dari hidup dan pelayanan Yesus yang wafat di kayu salib.
Kenapa Paulus mau terus mengalami kesusahan, bahkan siap mati demi menyelesaikan pekerjaannya? Ia bisa melihat bahwa pelayanannya bersaksi tentang Injil kasih Allah itu lebih berharga daripada segala kesulitan dan bahkan nyawanya. Iman inilah yang menguatkannya untuk tidak berganti-ganti ikut tuhan lain atau mundur dari panggilannya.
Refleksi harian Katolik Epiphany halaman ke-135 mengingatkan bahwa semua orang Katolik dipanggil untuk melayani Tuhan sampai akhir. Kita tidak melayani-Nya karena ‘dikontrak sementara.’ Semoga iman Santo Paulus yang kuat bisa kita teladani dan ikuti.
Kita juga bisa memegang doa Yesus di Yohanes 17:9-11 supaya Allah Bapa melindungi dan memelihara kita selama di dunia.