Refleksi Harian Katolik Epiphany. Halaman ke-268 dari 365 halaman dalam tahun 2018.
“IbuKu dan saudara-saudaraKu ialah mereka, yang mendengarkan firman Allah dan melakukannya.” (Lukas 8:21)
Membaca ayat di atas, kita diingatkan kalau mau mengaku sebagai anak Allah – dengan kata lain saudara Yesus – kita harus mendengarkan firman Tuhan dan melakukannya. Cukupkah mendengarkan firman Tuhan seminggu sekali? Saya percaya Roh Kudus membisikkan jawabannya ke setiap hati pembaca saat ini.
“Penyangkalan terhadap Kitab Suci adalah penyangkalan terhadap Kristus”, begitu kata Santo Hieronimus. Agar firman Allah yang tertulis dalam Kitab Suci menjadi hidup, kita memerlukan Roh Kudus untuk menerangi hati dan membimbing kita, sehingga tulisan tersebut dapat berbicara kepada kita dan kita dimampukan menyelami makna yang terkandung di dalamnya.
Dalam kehidupan kita setiap hari, semakin banyak penyelewengan nilai-nilai ilahi dan nilai-nilai kemanusiaan. Firman Allah menjadi pelita bagi kaki kita, terang bagi jalan kita, sehingga kita dapat dengan lebih percaya diri melangkah maju bersama dengan Kristus dan tidak menjadi sama dengan dunia: dengan kemerosotan nilai moral dan etika, pergaulan yang makin terbuka dan bebas, juga turunnya penghargaan akan nilai kehidupan manusia.
Di refleksi harian Katolik Epiphany halaman ke-268 ini, dan juga di bulan Kitab Suci ini, mari buat komitmen untuk lebih rajin membaca firman Allah dalam Kitab Suci. Kita ingat pula bahwa firman itu harus hidup melalui diri kita dengan pengamalannya dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian kita semakin pantas disebut anak-anak Allah.