Refleksi Harian Katolik Epiphany. Halaman ke-310 dari 365 halaman dalam tahun 2018.

 

Lalu murkalah tuan rumah itu dan berkata kepada hambanya: Pergilah dengan segera ke segala jalan dan lorong kota dan bawalah ke mari orang-orang miskin dan orang-orang cacat dan orang-orang buta dan orang-orang lumpuh. (Lukas 14:21b)

 

Dalam kisah di Injil hari ini, kita dapat menempatkan diri dalam beberapa peran, salah satunya adalah sebagai orang-orang miskin, cacat, buta, lumpuh. Kita para pendosa yang berada di jalan dan lorong kota, bukan orang yang layak untuk ikut pesta, dipanggil oleh tuan rumah dan diajak ikut dalam pesta perjamuannya. Karena no show dari para undangan, dan kemurahan tuan rumah, kita mendapat kesempatan ikut dalam perjamuan.

Hendaknya kita penuh syukur, tidak menjadi sombong dan tidak memandang remeh orang lain.

Rasul Paulus melalui suratnya mengajak kita untuk meneladani Yesus dalam hidup bersama. Dengan tidak menganggap kesetaraan dengan Allah sebagai sesuatu yang harus Ia pertahankan, Ia mengosongkan diri, taat sampai wafatNya di kayu salib.

Karena besar kasihNya kepada kita, Yesus mengorbankan diriNya, meninggalkan kenyamanan sorga untuk lahir di palungan, menjadi bayi mungil yang tak berdaya, hidup di bawah asuhan manusia, dan pada akhirnya dikhianati muridNya, dijatuhi hukuman mati walau tidak bersalah, sengsara dan wafat bagi umat manusia.

Refleksi Harian Katolik Epiphany halaman ke-310, menyambung refleksi harian kemarin, janganlah kita hanya mempedulikan kepentingan pribadi, tapi perhatikanlah juga kepentingan sesama kita.

Kita yang miskin, cacat, buta, lumpuh, telah dipilih untuk ikut berpesta, semua bukan karena kuat gagah kita, melainkan hanya karena kemurahan Tuhan. Marilah kita nyatakan syukur atas derajat kita yang Tuhan angkat, dengan mengasihi sesama seperti Yesus mengasihi mereka dan kita sendiri.