BERANI TAMPIL BEDA
Refleksi Harian Katolik Epiphany. Halaman ke-121 dari 365 halaman dalam tahun.
“Semua orang yang duduk dalam sidang Mahkamah Agama itu menatap Stefanus, lalu mereka melihat muka Stefanus sama seperti muka seorang malaikat.” Kis 6:15
Sering kali sebagai pengikut Kristus, kita dihadapkan pada situasi dimana kita harus berani beda. Contohnya saja di tempat umum, apakah Anda berani untuk berdoa dengan membuat tanda salib sebelum makan? Atau membuat tanda salib cepat-cepat sambil ngumpet-ngumpet ?? Atau ketika teman-teman sedang nge-gosip, apakah Anda berani untuk menegur dan tidak ikut-ikutan? Atau malah asik nambah-nambahin biar makin seru ?? Berani beda bukanlah hal yang mudah, karena memiliki resikonya sendiri.
Santo Stefanus
Puji Tuhan Gereja Katolik memiliki santo dan santa yang menjadi panutan, dimana mereka berani tampil dan berlaku beda sebagai pengikut Kristus. Tokoh pertama adalah St. Stefanus yang diceritakan di bacaan pertama hari ini. Stefanus dipakai Tuhan utk mengadakan mujizat di depan orang-orang banyak. Tetapi beberapa jemaat Yahudi tidak suka sehingga mereka memfitnah Stefanus untuk diadili. Tetapi apa yang terjadi? Ketika semua orang yang duduk dalam sidang menatap Stefanus, mereka melihat muka Stefanus sama seperti muka seorang malaikat! Kita bisa belajar dari ketulusan hati St. Stefanus, sekalipun ada di hadapan orang-orang yang memfitnah dia, ia tetap tenang dan penuh kasih. Luar biasa!
Santo Yusuf Pekerja
Tokoh yang kedua adalah St. Yusuf yang kita rayakan pestanya hari ini. St. Yusuf Sang Pekerja adalah seorang tukang kayu yang saleh dan sederhana. Yang luar biasa adalah koq bisa ya tukang kayu pekerja keras tapi mampu memperlihatkan sikap yang berani, yaitu menerima Maria sebagai istrinya walaupun sedang mengandung sebelum mereka menikah, bahkan Anak dalam kandungan Maria bukan berasal dari Yusuf. Tidak banyak orang yang mau berkomitmen bila ada di posisi seperti itu. Tetapi Yusuf yang tulus tidak takut untuk setia mendampingi Maria dalam membesarkan Yesus, Putera Allah yang menjadi manusia.
Sayapun pernah dihadapkan pada situasi ketika sedang berbincang-bincang membicarakan seorang kenalan yang cukup nyentrik. Perkataan-perkataan negatif mulai terlontar. Sampai ada satu orang teman yang berkata bahwa kita sebaiknya tidak membicarakan orang tersebut tanpa tahu kebenarannya, karena bila kita di posisi orang tersebut tentu juga tidak mau dibicarakan di belakang. Saya salut dengan teman saya itu, ia berani beda dengan menunjukan kasih pada orang yang sedang kita “gosipin”.
Di halaman ke-121 ini kita diingatkan bahwa kita adalah terang di tengah dunia yang penuh kegelapan. Menjadi seperti St. Stefanus yang tulus melakukan pekerjaan Allah. Menjadi seperti St. Yusuf yang sederhana tetapi berani mengambil tanggung jawab menggenapi rencana keselamatan Allah. Menjadi seperti seorang teman yang berani menunjukan kasih di tengah kebencian. Bersama Tuhan, Ia akan mampukan kita menjadi terangNya dengan berani beda di tengah kegelapan ?