Refleksi Harian Katolik Epiphany. Halaman ke-204 dari 365 halaman dalam tahun 2018.
Kami ingin melihat suatu tanda dari padaMu. (Matius 12:38)
Sebuah kisah nyata mengenai saudara saya Yen, di Jakarta. Beberapa tahun ayahnya kena stroke. Dan saking putus asanya (karena tak bisa kerja, dan uang habis ratusan juta tiap tahun untuk biaya rumah sakit). Ayahnya membuat sebuah permohohan, kalau ia bisa sembuh dari penyakit, maka ia mau dibaptis masuk Katolik, dan bertobat.
Doa ayahnya ternyata didengar oleh Tuhan, dan sembuh! Tak lama ayahnya pun ikut pengajaran (katekisasi) dan dibaptis. 1-2 tahun setelah itu setelah semua berangsur stabil, sayangnya ayahnya jadi terlena. Kembali ke kebiasaan lama, makan makanan yang tak sehat, dan akhirnya terkena stroke lagi sampai sekarang. Dan ia mengeluh karena doanya tak dijawab2 lagi.
Seperti ayahnya Yen, saya pun kalau kepepet sering kali meminta “tanda”, dengan berdoa: Tuhan kalau … (isi sendiri) maka saya akan … (isi sendiri). Tuhan sering kali mengabulkan doa saya. Tapi sering kali setelah keadaan membaik maka saya lupa, dan akhirnya balik lagi dengan kebiasaan lama. Orang dengan pola pikir seperti ini, maka tak peduli seberapa banyakpun berkat yang Tuhan berikan, maka orang tersebut tetap akan sulit untuk sembuh.
Di refleksi harian Katolik Epiphany halaman ke-204 ini, coba kita pikir-pikir lagi sudah seberapa banyak Tuhan memberikan berkat dalam hidup kita? Apabila tak banyak, mungkin selain meminta mukjizat, ada baiknya kita juga meminta kekuatan dari Roh Kudus untuk dapat mengubah hati kita.
Bacaan pertama juga meneguhkan, Tuhan selalu mendengar doa-doa kita, namun yang Ia minta dari kita tak banyak, hanya mengubah hati, supaya semakin adil, setia dan rendah hati. Dengan tiga hal ini, kita pasti tak akan gagal untuk melihat berbagai mukjizat Tuhan didalam hidup kita.